Saturday, June 12, 2010

Semiotik Oleh ” Kurnia Setiawan, S.Sn, M.Hum, C.He.”

Created By: Septiyani (915070204)

Istilah semiotik yang berasal dari kata Yunani seme; semeiotikos; penafsir tanda

yang berarti ‘tanda’‘sign’ (Panuti Sudjiman & Aart van Zoest, 1992). Tanda bisa terdapat dimana-mana, misalnya : lampu lalu lintas, bendera, karya sastra, bangunan dan lain-lain. Hal ini disebabkan manusia adalah Homo Semioticus, yaitu manusia mencari arti pada barang-barang dan gejala-gejala yang mengelilinginya (Aart van Zoest, 1978 dan Lavers, t.th.)

Semiotika moderen mempunyai dua orang pelopor, yaitu Charles Sanders Peirce (1839-1914) dan Ferdinand de Saussure. Pierce mengusulkan kata semiotika untuk bidang penelaahan ini, sedangkan Saussure memakai kata semiologi. Sebenarnya kata semiotika tersebut telah digunakan oleh para ahli filsafat Jerman bernama Lambert pada abad XVIII.

Menurut Pierce, makna tanda yang sebenarnya adalah mengemukakan sesuatu. Ia menyebutnya sebagai representamen. Apa yang dikemukakan oleh tanda, apa yang diacunya, apa yang ditunjuknya, disebut oleh Pierce dalam bahasa Inggris object. Dalam bahasa Indonesia disebut “acuan”. Suatu tanda mengacu pada suatu acuan dan representasi seperti itu adalah fungsinya yang utama. Agar tanda dapat berfungsi harus menggunakan sesuatu yang disebut ground. Sering ground suatu tanda berupa kode, tetapi tidak selalu begitu. Kode adalah suatu sistem peraturan yang bersifat transindividual. Banyak tanda yang bertitik tolak dari ground yang bersifat sangat individual.

Aart van Zoest (1978) dengan mengutip pendapat Pierce yang membagi keberadaan menjadi tiga kategori : Firstness, Secondness dan Thirdness, membagi tanda berdasarkan ground dari tanda-tanda tersebut sebagai berikut : (1) Qualisign, (2) Sinsign, dan (3) Legisigns. Awalan kata Quali- berasal dari kata “quality”, Sin- dari “singular”, dan Legi- dari “lex” (wet/hukum).

Qualisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan sifatnya. Misalnya sifat warna merah adalah qualisign, karena dapat dipakai tanda untuk menunjuk-kan cinta, bahaya, atau larangan.
Sinsign (singular sign) adalah tanda-tanda yang menjadi tanda berdasarkan bentuk atau rupanya di dalam kenyataan. Semua ucapan yang bersifat individual bisa merupakan sinsign. Misalnya suatu jeritan, dapat berarti heran, senang, atau kesakitan. Seseorang dapat dikenali dari caranya berjalan, caranya tertawa, nada suara dan caranya berdehem. Kesemuanya itu adalah sinsign. Suatu metafora walaupun hanya sekali dipakai dapat menjadi sinsign. Setiap sinsign mengandung sifat sehingga juga mengandung qualisign. Sinsign dapat berupa tanda tanpa berdasarkan kode.

Legisign adalah tanda yang menjadi tanda berdasarkan suatu peraturan yang berlaku umum, suatu konvensi, suatu kode. Semua tanda-tanda bahasa adalah legisign, sebab bahasa adalah kode, setiap legisign mengandung di dalamnya suatu sinsign, suatu second yang menghubungkan dengan third, yakni suatu peraturan yang berlaku umum, maka legisign sendiri adalah suatu thirdness.

Berdasarkan hubungan antara tanda dan acuannya (denotasi), Pierce membedakannya menjadi 3 (tiga) jenis tanda, yaitu : (1) ikon, (2) indeks, dan (3) simbol. Hal ini dinyatakan sebagai berikut : Pada prinsipnya ada tiga hubungan yang mungkin ada. (1) Hubungan antara tanda dan acuannya dapat berupa hubungan kemiripan, tanda itu disebut ikon. (2) Hubungan ini dapat timbul karena ada kedekatan eksistensi; tanda itu disebut indeks. (3) Akhirnya hubungan ini dapat pula berbentuk secara konvensional; tanda itu adalah simbol.

Tanda ikon merupakan tanda yang menyerupai benda yang diwakilinya, atau suatu tanda yang menggunakan kesamaan atau ciri-ciri yang sama dengan apa yang dimaksudkannya. Misalnya kesamaan sebuah peta dengan wilayah geografis yang digambarkannya, foto dan lain-lain. Benda-benda tersebut mendapatkan sifat tanda dengan adanya relasi persamaan di antara tanda dan denotasinya, maka ikon seperti qualisign merupakan suatu firstness.

Indeks adalah tanda yang sifat tandanya tergantung dari keberadaannya suatu denotasi, sehingga dalam terminologi Pierce merupakan suatu Secondness. Indeks dengan demikian adalah suatu tanda yang mempunyai kaitan atau kedekatan dengan apa yang diwakilinya. Misalnya tanda asap dengan api, tiang penunjuk jalan, tanda penunjuk angin dan sebagainya.
Simbol adalah suatu tanda, di mana hubungan tanda dan denotasinya ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau ditentukan oleh suatu kesepakatan bersama (konvensi). Misalnya tanda-tanda kebahasaan adalah simbol.

Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal,
dan sebagainya.Suatu ilmu analisis tanda/ studi tentang bagaimana sistem penandaaan berfungsi.


aristoteles plato

Perintis awal semiotika adalah Plato yang memeriksa asal muasal bahasa.

Aristoteles mencermati kata benda dalam bukunya Poetics dan On Interpretation.

Ada perbedaan mendasar antara tanda alami (natural) dan tanda yang disepakati(konvensional). contoh tanda; symptom



St. Agustinus (354 – 430) mengembangkan teori tentang signa data (tanda konvensional). Persoalan tanda menjadi obyek pemikiran filosofis. Studi dibatasi mengenai hubungan kata fisik berhubungan dengan kata mental



William of Ockham, OFM (1285 – 1349) mempertajam studi tanda. Tanda dikategorikan berdsarkan sifatnya. Apakah ia di alam mental dan bersifat pribadi, ataukah diucapkan/ ditulis untuk publik.



John Locke (1632 – 1740) melihat eksplorasi tentang tanda akan mengarah pada terbentuknya baiss logika baru. Hal ini tertuang dalam karyanya “An Essay Concerning Human Understanding (1690)”


Konsep semiologi diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure (1857 – 1913), Berasal dari Swiss yang mengajar sansekaerta dan liguistik sejarah.

Pendekatan Saussure tentang bahasa berbeda dari pendekatan filolog abad 19,
dia mengkaji liuistik secara sinkronik, bukan diakronik. Catatan diterbitkan dalam buku oleh muridnya ”Cours de Liguistique Generale” Saussure mendefinsikan tanda liguistik Sebagai entitas dua sisi (dyad). Sisi pertama disebut penanda (signifier); Sisi kedua adalah petanda (signified);

a. Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified).

b. Penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.

c. Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa


For example: DOG

the word “dog" is the signifier,

and the concept of a cat is the signified.

The two together constitute a SIGN

d. Tanda liguistik (antara penanda dan petanda) bersifat arbitrer Konsep tantang anjing tidak harus dibangkitkan oleh penanda dalam bentuk bunyi a/n/j/i/n/g; karena bagi orang Ingris penertian anjing diperoleh melalui kata “dog”.

e. Terhubungnya sebuah penanda dan petanda hanya dapat dimungkinkan oleh bekerjanya sistem relasi atas kesepakatan (konvensi).

f. Tanda dapat bekerja karena ada difference, artinya dia dapat dibedakan dengan tanda – tanda lainnya.

g. Fenomena bahasa dibentuk oleh dua faktor; parole – ekspresi kebahasaan dan langue – sistem pembedaan di antara tanda – tanda. Struktur konsepsi dasar tentang langue berkaitan dengan kombinasi dan substitusi elemen – elemen bahasa (hubungan paradigmatik-sintagmatik)


Charles Sanders Peirce (1839 – 1914) seorang filsuf berkebangsaan Amerika,

mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian semiotik. Ia mengembangkan teori tanda yang dibentuk oleh tiga sisi;

Representamen (tanda)

Objek (sesuatu yang dirujuk oleh tanda)

Interpretant (efek yang ditimbulkan;hasil)

immediate interpretant (makna pertama)

dynamic interpretant (makna dinamis)

final interpretant (makna akhir)


Peirce memperkenalkan sifat dinamisme internal dalam tanda. Interpretant yang tersamar

memungkinkan ia menjelma menjadi tanda baru (rantai semiosis).

Representamen:

the form which the sign takes

Interpretant:

not an interpreter but rather the Sense

made of the sign

Object: to which the sign refers

For example: CAT

the word cat is the representamen,

the concept cat is the interpretant,

and the cat itself is the object.


Fenomena tanda

  • Firstness (perasaan murni)

representamen

  • Secondness (fakta yang muncul dari relasi)

Objek

  • Thirdness (aturan/ wilayah hukum)

Interprentant


Level Tanda

Tanda yang dikaitkan dengan ground/ representamen dibaginya menjadi:

1. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda (mis. warna hijau)

2. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa / realitas fisik yang nyata. (mis. rambu lalu lintas)

3. Legisign adalah norma/ hukum yang dikandung oleh tanda (mis. suara pluit wasit)

Level Objek

1. Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Dengan kata lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya foto.

2. Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan; misalnya asap sebagai tanda adanya api.

3. Simbol adalah tanda yang menunjukkan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Hubungan di antaranya bersifat arbitrer, hubungan berdasarkan konvensi masyarakat, misalnya kata, bendera.


Level Interpretant

a. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Tanda tampak bagi interpretant sebagai sebuah keungkinan, misalnya: konsep

b. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai dengan kenyataan.

Tanda bagi interpretant sebagai sebuah fakta, misalnya: pernyataan deskriptif

c. Argument adalah yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu. Tanda bagi interpretant sebagai sebuah nalar, misalnya : preposisi

Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu:

1. Sintaksis mempelajari hubungan antartanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Contoh: teks dan gambar dalam wacana iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama dalam membentuk keutuhan wacana iklan.

2. Semantik mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan (dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuhan wacana.

3. Pragmatik mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda


Roland Barthes (1915 - 1980)

Berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.Tulisan – tulisan pada majalah Prancis“Les Letters Nouvelles”, membahas ‘mitologi’ bulan ini. Menunjukan bagaimana aspek denotatif tanda – tanda dalam budaya pop yang menyingkap konotatif (mitos – mitos) yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat


1. Semiologi Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things).

2. Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader).


“Mitos – mitos yang menyelimuti hidup kita bekerja sedemikian halus, justru karena mereka terkesan benar – benar alami. Dibutuhkan sebuah analisis mendalam, seperti yang dilakukan oleh semiotika.”

1. Barthes mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya.

2. Sistem ke-dua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, berbeda dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama.

a Denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna.

b Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu

“The Rhetoric of the Image” (1964)

1 Pesan Liguistik; semua kata dan kalimat dalam iklan

2 Pesan ikonik yang terkodekan; konotasi yang muncul dalam foto iklan (yang hanya berfungsi jika dikaitkan dengan sistem tanda yang lebih luas dalam masyarakat)

3 Pesan ikonik tak terkodekan; denotasi dalam foto iklan

Umberto Eco (1932 - ) Seorang sejarahwan, penulis esai, novelis dan semiotisi dari Italia. “ tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran, sekaligus juga untuk mengatakan kebohongan.”


Kesimpulan :

Semiotik merupakan imu yang mempelajari tanda, simbol maupun sinyal. Dari adanya tanda-tanda tersebut maka akan terbentuk nya suatu hubungan atau suatu komunikasi yang terjadi. Misalnya adanya iklan atau gambar itu merupakan tanda, namun dari gambar tersebut tersimpan pesan yang ingin disampaikan kepada orang yang melihatnya dan akan mendapatkan berbagai pengertian yang berbeda dari setiap persepsi yang melihatnya.Untuk itu sering kali tanda-tanda maupun simbol yang ditunjukkan melalui gambar, sinyal, symbol seperti lalu lintas, foto, iklan dan lain-lain sering menjadi penafsiran yang salah dan digunakan dengan cara yang tidak tepat.

0 comments: