Tuesday, April 6, 2010
Hukum dan keadilan di Indonesia oleh Stanilous Atalim, S.H, M.H
Dalam perkulihan kapita selekta yang di sampaikan oleh Bapak Stanislous Atalim, S.H,M.h . Hanya berdiskusi mengenai hukum di Indonesia. Yang mana salah satu masalah yang dihadapi bangsa ini adalah tidak adanya kepastian hukum. Belum terciptanya law enforcement di negeri ini terpotret secara nyata dalam lembaga peradilan. Media masa bercerita banyak tentang hal ini, mulai dari mafia peradilan, suap ke hakim, pengacara tidak bermoral sampai hukum yang berpihak pada kalangan tertentu.
Hingga kini proses penegakan hukum masih buram. Hal ini terjadi akibat proses panjang sistem politik masa lalu yang menempatkan hukum sebagai subordinasi politik. Sistem peradilan yang tidak independen dan memihak dengan dalih dan banyaknya kepentingan. Reformasi hukum yang dilakukan hingga kini belum menghasilkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Keadilan masih dibayangi oleh kepentingan dan unsur kolusi para aparat penegak keadilan dinegeri yang ber-keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia ini.
Intervensi terhadap hukum masih belum dapat dihindari. Hal ini mempengaruhi mentalitas penegak hukum. Padahal mentalitas yang bermoral adalah kekuatan penegak hukum sebagai dasar dari profesionalismenya. Moral dan keberanian dalam menegakan supremasi hukum masih minim dimiliki oleh penegak hukum di Indonesia. Sehingga banyak kasus-kasus hukum diselesaikan tetapi tidak memuaskan pelbagai pihak atau pun merugikan dilain pihak. Timbul pertanyaan apakah keadilan hanya milik ‘penguasa’ ?
Penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah, pandangan-pandangan yang mantap dan mengejawantahkannya dalam sikap, tindak sebagai serangakaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan kedamaian pergaulan hidup (Soejono Soekamto, 1983). Kepastian hukum hanya dibuat untuk dalih meraih keuntungan sepihak. Yang dikatakan ”demi kepastian hukum” sering hanya retorika untuk membela kepentingan pihak tertentu. Akhirnya, proses hukum di luar dan di dalam pengadilan menjadi eksklusif milik orang tertentu yang berkecimpung dalam profesi hukum. Proses hukum menjadi ajang beradu teknik dan keterampilan. Siapa yang lebih pandai menggunakan hukum akan keluar sebagai pemenang dalam berperkara. Bahkan, advokat dapat membangun konstruksi hukum yang dituangkan dalam kontrak sedemikian canggihnya sehingga kliennya meraih kemenangan tanpa melalui pengadilan. (Tubagus Ronny Rahman Nitibaskara, Kompas).
Penegakan Hukum
Berbicara masalah reformasi hukum, tentu tidak terlepas dari peran berbagai pihak termasuk aparatur dan institusi yang bergerak di bidang hukum. Peran yang jelas tidak akan berarti apa-apa tanpa dukungan dan keterlibatan pihak lain terutama aparatur pemerintah yang bergerak diluar bidang hukum dan masyarakat secara umum. Peran ini tentu saja tidak hanya terletak pada bagaimana sistem hukum yang ada bisa dibenahi, tapi juga bagaimana sistem hukum yang diformulasikan dalam bentuk aturan-aturan hukum baik materiil maupun formal itu ditegakkan secara konsekuen. Dalam situasi dimana institusi formal yang bertanggung jawab melakukan reformasi di bidang hukum belum memberikan perubahan yang berarti, kehadiran state auxiliary agencies seperti KPK, Komnas HAM, KON dan KHN tentu diharapkan mampu memainkan peran yang signifikan dalam upaya pembaharuan hukum. (Sudi Prayitno, S.H., LL.M, dalam artikelnya Peran Beberapa State Auxiliary Agencies Dalam Mendukung Reformasi Hukum Di Indonesia).
Sistem hukum yang baik harus dimulai dari moral penegak hukum yang baik. Ada adagium yang melekat dalam proses hukum kita, yaitu kalau berurusan dengan hukum, ketika kehilangan kambing maka akan kehilangan sapi. Karena baik polisi, jaksa, hakim, maupun pengacara terlibat dalam suatu mafia peradilan. Mereka melakukan proses jual beli, berdagang hukum diantara pelaku hukum tersebut. Itulah tantangan besar bagi masyarakat untuk memperjuangkan hukum yang bersih, independen, dan bebas dari kepentingan politik ataupun kepentingan lainnya. Itu agenda yang teramat penting dan seharusnya dipelopori oleh institusi penegak hukum. (Munarman, Hukum Dimainkan Politik, dalam kumpulan wawancara perspektif baru 2003 – 2005).
Penegakan hukum dalam mewujudkan keadilan harus selaras dengan mentalitas yang bermoral bagi aparat penegak hukum. Hukum sebagai panglima mewujudkan keadilan menjadi barometer dalam kemajuan bidang lainnya. Sehingga kemajuan sektor lainnya dapat berjalan dalam koridor hukum yang baik. Penegakan hukum dalam masyarakat yang pluralis harus memperkuat tatanan kehidupan sesuai Pancasila, UUD 1945, semangat bhinneka tunggal ika, dan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam memperkuat keutuhan NKRI.
Proses ini harus dikontrol oleh rakyat secara aktif dalam bentuk partisipasi politik mereka. Martabat manusia tidak boleh dilanggar oleh siapapun termasuk oleh negara, kepastian ini harus diatur dalam perundang-undangan yang pembuatannya melibatkan partisipasi rakyat. Kemerdekaan pengadilan dan hakim dari intervensi siapa pun atau apapun merupakan syarat mutlak suatu negara yang berdasarkan hukum. Dan partisipasi rakyat dalam pembuatan perundangan-undangan yang akan dijalankan oleh pengadilan adalah mutlak sebagai pengejawantahan dari hak menentukan nasib sendiri.
Kesimpulan
Menurut saya hukum di Indonesia hingga kini masih buram. Hal ini terjadi akibat proses panjang sistem politik masa lalu yang menempatkan hukum sebagai subordinasi politik. Sistem peradilan yang tidak independen dan memihak dengan dalih dan banyaknya kepentingan. Reformasi hukum yang dilakukan hingga kini belum menghasilkan keadilan bagi seluruh masyarakat. Keadilan masih dibayangi oleh kepentingan dan unsur kolusi para aparat penegak keadilan dinegeri yang ber-keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia ini.
Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia ibarat menegakkan benang basah. Tak heran jika Indonesia ditempatkan ke dalam keranjang sampah sebagai negara terkorup di dunia. Menurut Transparency International (TI), Indonesia berada di urutan kelima negara terkorup di dunia dari 146 negara, sejajar dengan Angola, Kongo, Pantai Gading, Georgia, Tajikistan, dan Turkmenistan (Litbang kompas).
Penegakan dan pelbagai upaya pemerintah untuk mewujudkan keadilan yang dilakukan sekarang perlu mendapat dukungan positif dari semua eksponen bangsa. Apa yang telah dilakukan setidaknya merupakan itikad baik dari pemerintah untuk melaksanakan agenda reformasi. Belum tegaknya supremasi hukum dan indikasi adanya intervensi-intervensi dalam penegakan hukum di Indonesia menjadi tantangan kita semua.
Adanya kemauan serta itikad baik para penegak hukum adalah modal untuk mewujudkan keadilan di negara yang ber-bhinneka tunggal ika ini. Semuanya memerlukan partisipasi kita semua. Artinya hukum dan keadilan bukan tugas dari aparat penegak hukum semata, melainkan tugas kita semua sebagai bentuk kerjasama dalam negara yang berdemokrasi. Penegakan hukum harus nyata, tidak dalam bayang-bayang kepentingan. Hukum bukan milik ‘penguasa’ dan ‘pengusaha’.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment